Laman

Senin, 01 November 2010

Keindahan Taqwa yang Menghapus Luka

KEINDAHAN TAQWA YANG MENGHAPUS LUKA

Adakalanya seseorang menangis tatkala ia terluka, bahkan menjerit saat melihat darah yang mengalir dari salah satu anggota badannya, dan beberapa reaksi lain yang dilakukan manusia tatkala ia terluka. Adakah yang tersenyum ketika luka itu ada atau menimpa kita? Apakah luka itu selamanya terasa menyakitkan? Kadang – kadang anggapan bahwa luka itu menyakitkan adalah salah, kadang luka bisa menjadi sebuah kenikmatan yang mengasyikan. Respon senyuman, ketenangan itupun akan melerai luka yang mendera, rasa sakitnyapun akan terhapus secara perlahan dan manisnya akan merasuk mengisi celah – celah kegelisahan yang berganti dengan kegigihan untuk melawan rasa sakit tersebut. Kapankah itu? Yaitu saat orang –orang melihat keindahan. Dalam keasyikan melihat keindahan luka bukanlah apa – apa rasa sakitnyapun tak terasa. Seperti rasa lapar yang telah mendapatkan penawarnya, mirip suatu kerinduan yang telah terobati dengan sebuah pertemuan, seperti orang yang dahaga menemukan oase di padang pasir.
Semuanya takjub dengan keindahan itu, berlomba – lomba untuk mendapatkannya. Tapi setelah kenikmatan atau keindahan itu sirna sifat manusiawipun kembali hadir. Luka yang tadinya tak terasa kini terasa perih dan memedihkan, keindahan yang tadinya mampu membalut luka telah tiada. Entah keindahan itu menghilang atau kita berpaling darinya. Ketika futur itu terus menghantui, syetan terus berorasi, mempengaruhi. Siapakah yang akan tetap kita genggam, keindahankah? Atau luka yang selamanya kita akan merasakan kesakitan? Sayang, keindahan itu sering kita lupakan, bahkan menengok sajapun ogah. Disaat keindahan itu datang, bersama cahaya dan saat itu pula kita mengunci rapat hati kita. Tiada bisa diketuk bahkan enggan untuk diterangi. Dan lebih senang dalam gulita. Apakah keindahan itu?? Banyak orang mendamba hadirnya, menantinya, menunggu kedatangannya tapi enggan menjemputnya. Orang – orang beriman menyebutnya petunjuk Allah atau hidayah Allah.

Ketika keindahan itu hadir…
Dahulu di masa jahiliyah ada seorang tokoh kafir Quraisy bernama Umair bin Wahab. Ia seorang penunggang kuda yang handal. Pada zaman jahiliyah, Umair dijuluki syetan Quraisy. Pada pertempuran Badar, anaknya tertawan sehingga ia bergabung dengan Shafwan bin Umayyah yang menyimpan dendam kepada kaum Muslimin karena kematian ayahnya pada pertempuran itu. Setelah berbincang kesana kemari, Umair bertekad akan membunuh Rasulullah. Ia pun bergegas ke Madinah. Setiba di Madinah, Umar bin Khatab yang melihat kedatangan Umair, segera sigap berjaga – jaga. Umar segera melaporkanya kepada Rasulullah SAW seraya berkata, “ Wahai Nabi Allah, musuh Allah Umair bin Wahab, datang dengan pedangnya yang siap siaga.” Rasulullah menjawab,” Suruhlah ia menemuiku.”
Setelah melakukan dialog beberapa saat, Allah membukakan hidayah ke dalam hati Umair. Iapun masuk Islam. Maka, Rasulullah bersabda kepada para sahabat, “ Ajarilah saudara kalian ini tentang agama, ajarkanlah Al Qur’an kepadanya, dan lepaskanlah tawanannya.”
Setelah peristiwa itu Umar bin Khatab berkata,” Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, ketika ia datang kepada kita, sungguh seekor babi lebih aku sukai daripada Umair. Tapi hari ini dia lebih aku cintai daripada sebagian anakku.”
Begitulah sebuah prestasi besar yang berbuah hidayah Allah. Luka, dendam, hasrat untuk membunuh terhapus dengan begitu cepat kala hidayah itu datang. Bagaikan mata air yang menghadirkan kesejukan setelah lama merasakan dahaga yang sungguh mencekik. Ya, Kerak dosa terkelupas tergantikan oleh lapisan taubat, hati yang gersangpun tersirami oleh mata air iman.
Ketika kereta taubat itu melaju menyusuri jalanan kehidupan yang penuh dengan tanjakan dan lubang cobaan. pendengaran ini harus disumbat rapat dari bisikan syetan yang terus memaksa untuk kembali pada lembah kemaksiatan. Bulir bening kebahagiaan ini terus terisak kala cahaya itu menyergap dari segala arah…sungguh indah. Disaat petunjuk itu menjelma menjadi sebuah keindahan sehingga mampu menghapus luka kedzoliman. Cahaya itu sejuk mengisi relung – relung hati, ia bagai mata air yang menyirami, menyapu debu nista yang selama ini lekat dipermukaan hati. “Ihdina shirathal mustaqim”
Luka itu akan terus mengiris jika tiada taqwa dalam diri. Luka itu akan terus melebar dan menyebar disaat tiada penawar kejernihan hati, kesadaran untuk berubah, ikhtiar dan tawakal kepada Allah. Jika kemaksiatan, iri, dengki, cinta dunia, dsb masih lekat mengisi hari – hari kita maka kita akan jauh dari pertolonganNya dan sangat jauh dari ridhoNya. Dan lihatlah, luka itu akan semakin parah dan sia – sia semua yang kita lakukan.
Suatu hari terjadi satu pertempuran diantara pihak Islam dengan pihak Musyrik. Kedua belah pihak berjuang untuk mendapatkan kemenangan. Setelah pertempuran selesai mereka kembali ke markas masing – masing. Disana Nabi Muhammad dan para sahabat telah berkumpul membincangkan tentang pertempuran yang telah berlalu. Dalam perbincangan itu, mereka sangat kagum kepada salah satu sahabat yang bernama Qotzman. Ketika bertempur dengan musuh, dia seperti singa yang sangat lapar menerkam mangsanya. “ Tidak seorangpun dari kita yang dapat menandingi kehebatan Qotzman,”kata seorang sahabat.” Mendengar perkataan itu Rasulullah berkata,” Sebenarnya dia itu adalah termasuk golongan penduduk neraka.”
Para sahabat menjadi heran mendengar jawaban Rasulullah. Rasulullah tahu para sahabatnya tidak begitu percaya dengan ceritanya, lantas beliau berkata, “ Semasa Qotzman dan Aktsam keluar ke medan perang bersama – sama, Qotzman telah mengalami luka parah akibat ditikam oleh pihak musuh. Badannya dipenuhi dengan darah. Dengan segera Qotzman meletakkan pedangnya ke atas tanah, manakala pedang itu dihadapkan ke dadanya, lalu dia terus membenamkan mata pedang itu ke dalam dadanya.”
Dia melakukan itu karena tidak tahan menanggung kesakitan akibat dari luka yang dideritanya. Akhirnya dia mati bukan karena musuh tapi karena dirinya sendiri. Melihat keadaannya yang parah banyak orang yang mengira bahwa dia akan masuk syurga. Tapi dia telah menunjukan bahwa dirinya adalah penduduk neraka.”
Menurut Rasulullah SAW sebelum Qotzman mati dia mengatakan, “ Demi Allah aku berperang bukan karena agama tetapi hanya sekedar menjaga kehormatan kota Madinah supaya tidak dihancurkan oleh Kaum Quraisy. Aku berperang hanyalah untuk membela kehormatan kaumku. Kalau tidak karena itu, aku tidak akan berperang.”
Lihatlah cerita diatas sungguh sia – sia pengorbanan yang dilakukan Qotzman. Jasadnya terluka, hatinya pun lebih terluka karena niatannya keruh, dia berjuang, berperang, berkorban bukan untuk Dzat yang menggenggam jiwanya. Dan luka itu terus dia bawa sampai ajal menjemputnya. Keindahan itu akan melingkupi tatkala keikhlasan, kejernihan hati untuk mengobati luka itu selalu dihadirkan. Taqwa adalah jalan menuju keindahan itu. Jalan hidayah. Jalan yang berselimutkan cahaya rahmahNya. Taqwa akan mampu membentengi, mencegah kita dari perbuatan nista, menghadangi dari perkara yang mendatangkan luka. Taqwa akan mengembalikan mereka pada petunjuk Allah dan kebenaran yang ada. Allah berfirman,“ Sesungguhnya orang – orang yang bertaqwa bila mereka ditimpa was – was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan – kesalahanya.” ( QS. Al A’raf: 201)

Lihatlah, Keindahan itu berbuah…!
Keimanan yang benar menjadikan perjalanan hidup umpama sebuah kisah cinta; kesetiaan dan pengorbanan menukar ujian pahit menjadi suatu kenangan manis, kesabaran menjadikan segala beban yang ditanggung ringan dan mudah, keyakinan pada janji – janji Allah menjadikan jiwa tenang meskipun perjalanan begitu sukar dan dalam luka yang terus mendera. Kaki inipun akan semakin mantap melangkah dalam mengarungi samudra kehidupan. Sigap dalam menghadapi gelombang dan badai ujian. Dan itulah yang sangat erat dirasakan oleh generasi para sahabat yang pada zamannya adalah zaman paling baik. Cobaan terus mengepung dari berbagai arah. Tapi para sahabat mempunyai perisai kesabaran dan keimanan sehingga menjadikan zaman itu berlimpah rahmah dan pertolongan dari Allah. “ Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti ( yang dialami) orang – orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang ( dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang – orang yang beriman bersamanya berkata, “ Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.”
Pepatah mengatakan; Seribu jalan menuju Mekkah. Ada banyak jalan pula kita menjadi manusia yang baik dan berguna. “ Khairunnas anfa’uhum linnas”. Sebaik – baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain. Menjadi beriman adalah pilihan. Allah telah membentangkan dua jalan. Fa alhamaha fujuraha wa taqwaha. Fujur itulah jalan yang akan menenggelamkan kita pada lembah nista dan menimbulkan luka. Neraka. Adzab Allah yang amat pedih. Taqwa adalah jalan keselamatan yang akan membawa kita pada akhir yang sangat indah. Syurga. Perjumpaan denganNya yang selama ini kita rindukan.
Keindahan yang sesungguhnya itu adalah petunjuk Allah yang berbuah iman dan taqwa yang memiliki daya cinta luar biasa. Mahabbatullah adalah perjuangan keras dan membutuhkan pengorbanan. Keindahan itu mengalir menjernihkan yang keruh, ia datang menjadi penawar luka yang ada, menenangkan kegelisahan yang menyiksa…Allahu Akbar. Begitu luar biasa. Keimananpun menang. Hanya ada cinta dan pengorbanan untukNya semata. “ Sesungguhnya Allah membeli dari orang – orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan membelikan syurga untuk mereka…”
Hanya orang yang istimewalah yang pantas mendapatkan syurga. Semoga kita kita termasuk golongan orang yang istimewa tersebut. Sembuhkan luka itu dengan hidayah yang telah Dia berikan. Jangan biarkan luka itu semakin bertambah parah. Jemput keindahan itu, hadirkan ia, dan hiasi hari – hari kita dengan amal sholeh. Maka luka itu akan terkikis dengan sendirinya seiring keimanan kita yang terus pasang dan pantang untuk surut…insyaAllah.” Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisiMu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS.Ali Imran: 8)
Taqwa kan terangkum dalam jiwa, tergerak dalam amal dan perbuatan, tersampaikan dari lisan dengan penuh kelembutan…ialah yang mampu menenggelamkan deretan luka yang terus menghantui diri. Ia akan mencairkan kebekuan hati, menghapus kesedihan menjadi kebahagiaan, melerai permusuhan menjadi persaudaraan, membakar kelemahan menjadi sebuah kekuatan tuk hadapi ujian serta kabar gembira dari Allah SWT..La khaula wala quwwata ila billah.

Anggi Fatonah/ Anggifa Al Mumtazah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar